BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Pada saat sekarang maupun pada zaman dulu secara sadar atau tidak sadar warga Negara pada umumnya selalu berhubungan dengan aktifitas birokrasi pemerintahan. Tidak henti-hentinya orang harus berurusan dengan birokrasi, sejak berada dalam kandungan sampai meninggal dunia. Setidaknya pada masa dalam kandungan kita sudah diperiksa ke Puskesmas yang tentunya memperoleh subsidi pemerintah, baik di swasta maupun pemerintahan. Disamping itu pada saat kita dilahirkan juga berurusan dengan pemerintahan pemerintahan, contohnya pada saat membuat akta kelahiran. Dan contoh pada saat meninggal dunia membuat akta kematian yang dibuat oleh pemerintahan, yaitu dalam hal ini sama-sama di catat oleh pihak pencacatan sipil.
Beranjak dari situ setelah dewasa orang akan membutuhkan KTP yang di keluarkan oleh aparatur pemerintahan dan banyak lainnya yang urusannya juga berurusan dengan pemerintahan. Begitu luas ruang lingkup jasa pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah sehingga semua orang mau tidak mau harus menerima bahwa intervensi birokrasi melalui pelayanan umum, itu absah adanya. Akan tetapi pertanyaan-pertanyaan etis akan muncul sehubungan dengan kurangnya perhatian Cancen para aparatur birokrasi terhadap kebutuhan warga Negara pada umumnya. Untuk memperoleh pelayanan yang sederhana saja, pengguna jasa sering dihadapkan pada kesulitan-kesulitan yang terkadang mengada-ada. Kita sering melihat antrian panjang orang-orang yang akan membayar rekening listrik PLN, pada saat membayar pajak, urusan-urusan STNK dan SIM di Bank, di kantor-kantor pemerintah daerah atau di rumah sakit. Di samping itu juga sering terjadi diskriminasi terhadap pelayanan publik, padahal aparatur pemerintah mempunyai misi untuk melayani masyarakat dengan baik. Para pegawai tidak lagi merasa terpanggil untuk meningkatkan efesiensi dan memperbaiki prosedur kerja tetapi malahan lebih sering menolak adanya perubahan.
Etos kerja yang cenderung mempertahankan Status Quo ini telah menumbuhkan persepsi maysarakat bahwa berhubungan dengan birokrasi berarti berhadapan dengan berbagai prosedur yangberbelit-belit, makan waktu lama dan menyebalkan. Sebagian masyarakat yang menginginkan proses yang cepat, tidak lama (dalam hal ini masalah urusan administrasi) misalnya mengurus Akte Tanah di kantor Badan Pertahan Nasional, maka masyarakat atau orang tersebut akan mencari berbagai cara sehingga Akta Tanahnya cepat selesai. Contohnya dengan memeberikan sejumlah uang kepada seorang pegawai di Badan Pertahan agar Akte Tanahnya cepat selesai. Di sini jelas terjadi diskriminasi dalam pelayan publik dan telah salah menggunakan kewenangan yang telah di berikan.. Padahal pegawai tersebut sebagai aparatur yang di mata masyarakat adalah orang yang melakukan penegakkan hukum, tapi malahan yang terjadi sebaliknya.
Walaupun demikian ada juga aparatur yang salah menjalankan aturan yang telah ada sehingga terjadi pelanggaran, baik itu karena kesilapan atau memang kekurangan disiplin ilmu yang dimiliki sehingga salah mengaplikasikannya. Ini semua seperti yang saya kutip atau yang dijelaskan diatas memang realitas terjadi dalam praktek pemerintahan di masa sekarang. Maka untuk itu perlu adanya penegakan hukum dan pengawasan yang efektif. Agar hal-hal seperti itu dapat diantisipasi dan tidak terjadi lagi.
B. Pokok Permasalahan.
Berdasarkan dasar-dasar persoalan di atas yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah :
Apa yang harus dilakukan sehingga Hukum Administrasi dalam pemerintahan dapat di tegakkan.
Bagaimana kedudukan Hukum Administrasi Negara dari segi kemamfaatannya, dan
Bagaimana menjalankan administrasi yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menjalankan Administrasi yang baik.
Negara Indonesia sebagai Negara nasional, maka administrasi negaranyapun adalah administrasi Negara nasional mempunyai kewajiban untuk mempertinggi kepribadian nasoinal Indonesia. Sehingga kebudayaan Indonesia betul-betul mekar dan berkembang., di mana menunjukkan keagungan bangsa. Kepribadian Indonesia adalah kepribadian yang religius, dengan demikian kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan yang relegius juga. Oleh karena itu fungsi administrasi Negara harus menuju kearah itu, seperti yang di cita-citakan bangsa Indonesia.
Pendapat Para Sarjana.
Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan sarjana agar hukum administrasi dapat dijalankan dengan baik, artinya dilaksanakan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, antara lain yaitu :
1. Pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau bedasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu.
2. Penerapan kewenangan sanksi pemerintah.
Pendapat P. Nicolai hampir sama dengan Teori Berge seperti dikutip Philipus M. Hadjon, yang menyatakan bahwa intrumen penegakan Hukum Administrasi Negara meliputi : pengawasan dan penerapan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan.
Di samping pendapat kedua diatas Paulus E. Lotulung, mengemukakan beberapa macam pengawasan dalam Hukum Administrasi Negara yaitu bahwa ditinjau dari segi kedudukan dari badan atau organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan atau organ yang dikontrol, dapatlah dibedakan antara jenis kontrol intern dan kontrol ektern. Kontrol intern berarti bahwa pengawasn itu dilakukan oleh badan yang secara organisatoris atau struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan sendiri. Sedangkan kontrol ektern adalah pengawasan yang dilakukan oleh oragn atau lembaga yang secara organisatoris atau struktural berda di luar pemerintahan.
Telah penulis sebutkan tadi di samping pengawasan, agarHukum Administrasi Negara tidak stagnan atau mengalami kemacetan dalam pelaksanaannya, maka ada satu lagi yaitu sanksi. Sanksi disini merupakan bagian penting dalam setiap perundang-undangan. Bahkan J.B.J.M. tan Berge menyebutkan bahwa sanksi merupakan inti dari kelancaran atau penegakan Hukum Administrasi. Sanksi akan menjamin penegakan Hukum Administrasi karena sanksi salah satu intsrumen untuk memaksakan tingkah laku para warga Negara pada umumnya dan khususnya instansi pemerintah. Oleh sebab itulah sanksi sering merupakan bagian yang melekat pada nama hukum tetentu.
Sanksi-sanksi yang dimaksudkan di atas antara lain :
1. Bestuursdwang (paksaan pemerintah). Bestuursdwang dapat diuraikan sebagai tindakan-tindakan yang nyata (feitelijke handeling) dari penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaedah hukum administrasi atau (bila masih) melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga karena bertentangan dengan undang-undang. Penerapan sanksi ini jelas harus atas peraturan perundang-undangan yang tegas
2. Penarikan kembali keputusan atau ketetapan yang menguntungkan (izin, pembayaran, subsidi).
Penarikan kembali suatu keputusan atau ketetapan yang menguntungkan tidak terlalu perlu pada suatu peraturan perundang-undangan. Hal itu tidak termasuk apabila keputusan atau ketetapan tersebut berlaku untuk waktu yang tidak tertentu dan menurut sifatnya “dapat di akhiri” atau ditarik kembali (izin, subsidi berskala). Tanpa suatu dasar hukum yang tegas untuk itu penarikan kembali tidak dapat diadakan secara berlaku surut. Karena bertentangn dengan azas hukum, tapi kebanyakan undang-undang modern, kewenangan penarikan kembali sebagai sanksi diatur dengan tegas.
3. Penggenaan denda administratif.
Penggenaan sanksi administratif, terutama terkenal di dalam hukum pajak yang menyerupai penggunaan suatu sanksi pidana (juga harus atas landasan peraturan perundang-undangan yang berlaku)
4. Penggenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).
Menurut Undang-undang .
Menurut undang undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Yang di maksud dengan aparat pemerintah atau Penyelenggaraan Administrasi Negara yang baik adalah :
Aparat pemerintah yang adil dalam melaksanakan tugasnya, yaitu aparat yang tidak melakukan diskriminatif penduduk, antara penduduk kaya dan yang tidak kaya.
Aparat pemerintah yang adil adalah juga aparat yang memberikan kepada pendusuk apa yang menjadi haknya. Aparat pemerintah yang bersih, artinya tanpa cacat hukum, tidak melakukan korupsi, kolusi maupun nepotisme. Aparat pemerintah yang berwibawa, yaitu aparat yang disegani oleh penduduk, bukan ditakuti.
Aparat pemerintah yang bermoral, artinya aparat yang : Mempunyai keyakinan diri, keyakinan tentang apa yang baik untuk dilakukan dan apa yang tidak baik untuk tidak dilakukan. Aparat yang dapat mengawasi diri dalam melaksanakan tugasnya, tanpa harus diawasi dari luar. Misalnya dari atasannya atau dari suatu badan pengawas. Mempunyai disiplin diri, artinya menaati dan mematuhi peraturan tanpa paksaan dari luar. Misalnya seorang bendahara mengelola uang Negara , sesuai dengan peraturan tanpa paksaan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
Aparat pemerintah yang baik, artinya aparat yang : Berada dalam kedudukannya sebagai aparat yang ideal dan fungsional. Aparat yang ideal adalah aparat yang bekerja dengan cita-cita tinggi, bercita-cita untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik dari pemerintah yang ada sebelumnya. Dan aparatur yang fungsional adalah aparat yang menjalankan fungsinya yang ulet, tekun dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Jika ia berkerja membumi, maka ia adalah aparat yang fungsional. Aparat yang baik merupakan Bestaandvoorwaarde artinya syarat yang harus ada untuk adanya pemerintahan yanh baik atau administrasi yang baik.
B. Tujuan Hukum Administrasi yang baik
Dalam masa modern sekarang ini yang di pentingkan bukan “Hukum” administrasi akan tetapi administrasinya dan tercapainya tujuan dari administrasi dan kemakmuran bagi masyarakat, bukan tercapainya syarat formil saja. Ivor Jenings menyatakan bahwa hukum administrasi adalah hukum yang mengenai administrasi. Logemann juga menyatakan bahwa administrasi sebagai suatu organisasi, kekuasaan (gezagsorganisatie) bukan hukumnya yang di utamakan.
Untuk sementara saya mengambil kesimpulan bahwa bukan hukum yang primair bagi pergaulan manusia. Hukum itu bukan menjadi tujuan tersendiri, akan tetapi hukum itu adalah alat belaka untuk mempertemukan lalu lintas antar manusia. Dalam pergaulan hidup manusia dibutuhkan kerja sama dalam berbagai hal agar kebutuhannya dapat dicapai, dan kerja sama ini membutuhkan suatu perasaan kepastian dan aturan-aturan yang dapat di pegang. Umpamanya dalam hal timbal balik perselisihan paham dan pertikaian. Hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan berdasarkan keseragaman dan kontinuitas perlakuan dalam hal-hal yang serupa, artinya dalam hal-hal yang sampai tidak diadakan perbedaan perlakuan, yang senantiasa berubah-ubah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum administrasi Negara merupakan suatu aturan atau kaedah dalam pemerintahan yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan Negara dan kemakruran yang adil bagi masyarakatnya. Untuk mencapai yang dicita-citakan itu, maka pemerintah harus menjalankan administrasi yang baik dengan melakukan berbagai macam cara baik itu melakukan pengawasan, pengusutan dan sanksi administratif. Penegakan hukum sangat diperlukan agar semua aktifitas administrasi pemerintah dapat dijalankan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan sarjana agar hukum administrasi dapat dijalankan dengan baik, artinya dilaksanakan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, antara lain yaitu :
1. Pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau bedasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu.
2. Penerapan kewenangan sanksi pemerintah.
Disamping itu diperlukan juga :
Aparat pemerintah yang adil dalam melaksanakan tugasnya, yaitu aparat yang tidak melakukan diskriminatif penduduk, antara penduduk kaya dan yang tidak kaya.
Aparat pemerintah yang adil adalah juga aparat yang memberikan kepada pendusuk apa yang menjadi haknya. Aparat pemerintah yang bersih, artinya tanpa cacat hukum, tidak melakukan korupsi, kolusi maupun nepotisme. Aparat pemerintah yang berwibawa, yaitu aparat yang disegani oleh penduduk, bukan ditakuti.
B. Saran
Berdasarkan apa yang telah saya uraikan di atas maka sepatnyalah setiap mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Hukum untuk dapat menawarkan konsep-konsep untuk penegakan hukum dalam hukum administrasi Negara. Konsep-konsep tersebut terutama ditujukan kepada pemerintah dan kemudian pihak swasta.
DAFTAR PUSTAKA
H.R, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada, 2006.
Kumorotumo, Wahyudi, Etika Adminisrtrasi Negara, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
M. Madson, Philipus, R. Sri Soemantri dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta : Gajah Mada University Press.2005.
Mustafa, Bachsan, Sistem Hukum Administrasi Negara, Bandung : P.T. Citra Aditya Bakti, 2001.
Sukarna, Capita Selekta Administrasi Negara, Bandung : Alumni, 1975.
Sunindhia, Y.W, Ninik Widiyanti, Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi, Jakarta : Rineka Cipta, 1992.
Thoha, Miftah, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
tidak masuk di akal cookkk
BalasHapus